Minggu, 14 Oktober 2012

CAKE CINTA


CAKE CINTA
Berkali-kali kulirik jam tangan hijauku, masih saja menunjuk angka yang sama. Setengah dua kurang lima menit. Huh… lama banget rasanya menunggu bel pulang sekolah. Lima menit saja sudah seperti setahun.
Beberapa saat kemudian kulirik lagi jam tanganku itu. Nggak jauh beda dengan yang tadi, Cuma jarum panjangnya bergeser sedikit ke kiri. Aduh… sampai kapan aku harus menunggu?
Aku nggak mau sedikit pun terlambat memberi surprise cake buat Raymon. Cake yang aku buat sendiri itu nggak boleh terbuang sia-sia. Hampir semalaman penuh aku membuatnya. Jangan sampai Raymon nggak makan. Ini kan hari ulang tahun ke-17-nya.
“Teet…teet…teet… “
Akhirnya bel berbunyi juga! Aku harus buru-buru, nih! Moga-moga saja Raymon belum pulang duluan.
Secepat kilat kaki kecilku berlari menjelajahi lorong sekolah yang panjang. Yang kemudian membawaku ke salah satu ruang kecil. Itu ruang favoritnya Raymon. Ruang musik.
“Tok…tok…tok.”
Nggak ada yang menyahut.
Kuketuk sekali lagi.
Tetap nggak ada yang menyahut.
Akhirnya kuputuskan untuk membuka pintu tanpa permisi.
Begitu terbuka, aku terperanjat dibuatnya. Di dalam ruang sempit itu kulihat jelas Raymon tengah mencium seorang cewek yang nggak aku kenal. Kayaknya cewek itu anak kelas 1.
Cake di tanganku tiba-tiba jatuh. Butiran air yang menggenang di mataku perlahan menetes. Sejurus kemudian aku berlari kencang. Meninggalkan mereka berdua.
“Citra!!!”
Raymon berlari mengejarku.
Walau aku tahu, aku nggak peduli. Aku tetap berlari membabi buta menabrak setiap siswa yang menghalangi jalanku.
Tepat di ujung sebuah lorong, nggak sengaja aku menabrak seseorang yang melintas. Orang itu sedikit lebih tinggi dari Raymon. Kulitnya putih dan rambutnya berponi panjang ke kanan. Wajahnya udah nggak asing lagi. Siapa juga yang nggak kenal dia, cowok paling populer di sekolah.
“Aldi!” ucapku spontan.
Aldi nggak menjawab, malahan terlihat bingung.
Kami berdua sempat mengahabiskan waktu beberapa saat dalam hening.
“Cit… Citra!!” suara Raymon terdengar semakin mendekat.
Tiba-tiba Aldi menarik lenganku dan mengajakku bersembunyi di bawah tangga.
“Kamu nga…” belum selesai aku ngomong, Aldi sudah menutup mulutku dengan tangannya.
Sesaat kemudian Raymon menaiki tangga sambil berlari.
Aku tahu maksud Aldi, “Makasih ya, Al, udah nolongin aku!”
Aldi mengangguk, “Kamu kenapa, Cit?”
Tiba-tiba air mataku mengalir lagi. Pertanyaan yang nggak ingin aku dengar, justru keluar dari bibir Aldi. Please, Di… don’t  say that!
***
“Citra!”
Aku menengok. Raymon sudah berada tepat di belakangku.
“Kemarin lari kemana lo? Gue cari-cari kok nggak ada?”
Aku nggak langsung ngejawab. Cuma sibuk menebar pandangan ke sekeliling sekolah yang rame banget. Bel istirahat pertama baru saja berbunyi.
“Heh!” Raymon mendongakkan wajahku. “Kalau ada orang ngomong tuh dijawab,”  ucapnya angkuh.
“Oh…” aku membuang pandangan dari arah Raymon.
Aku nggak tahu pasti kenapa aku nggak bisa ngejawab semua pertanyaan Raymon. Padahal kemarin jelas-jelas aku lihat dia sama cewek lain. Pengen rasanya aku marah-marah. Tapi aneh, aku kayak nggak bisa ngapa-ngapain begitu ngelihat dia. Lidah ini kelu. Dan seluruh organ tubuhku rasanya beku, nggak bisa bergerak.
“Cit, lo dengerin gue nggak, sih?” Raymon mencengkeram tanganku erat. Matanya melotot. Tampak amarah Raymon udah memuncak.
Sorry… kalau sama cewek jangan kasar.”
Tiba-tiba Aldi muncul di antara kami. Dia menepuk bahu Raymon dan membuat cengkraman tangan Raymon lepas dari lenganku.
“Siapa lo? Nggak usah mencampuri urusan gue, deh!” ucap Raymon sambil mendorong bahu Aldi.
Sorry… aku nggak mau cari masalah.”
Kayaknya bakal ada keributan. Tanpa pikir panjang aku menggandeng Aldi menjauhi Raymon. Aku nggak mau semua orang tahu masalah yang sedang terjadi.
“Heyy!!!” Ray menarik tubuhku kemudian menampar pipiku dengan keras. “Udah berani ya lo nantangin gue!”
Mataku mulai memanas, menahan perih tamparan Raymon. Aku bener-bener sudah nggak tahan.
Tiba-tiba pukulan Aldi mendarat di pipi Raymon. Pukulan itu cukup membuat Raymon tersungkur.
“Berani lo sama gue?”
Raymon beranjak dari lantai dan ingin membalas pukulan Aldi. Secepat kilat aku berada tepat di hadapan Raymon. Hantaman itu mengenai keningku.
Tapi aneh. Raymon nggak kelihatan menyesal.
“Citra!” suara itu masih bisa kukenal. Tapi aku sudah nggak bisa melihat apapun. Tiba-tiba semuanya berubah gelap.
“Kamu sudah sadar, Cit?” tanya Aldi ketika aku sudah siuman.
“Kamu yang bawa aku kesini?” sempat beberapa saat aku melihat ke sekeliling.
Ruang UKS di sekolahku memang selalu bersih dan rapi.
Aku nggak langsung menjawab, “Udah lama Raymon memperlakukanmu seperti ini?”
Kali ini giliran aku yang nggak jawab. Aku justru tertunduk dalam. Air maatku mengalir.
Aldi menggenggam tanganku erat, “Sudah waktunya kamu mengakhiri hubungan ini, Cit.”
Pandangan Aldi menghujam ke arah diriku. Membuatku bimbang.
***
Hari ini tubuhku terasa dua kali lebih lelah dari biasanya. Dari pagi sampai sore, aku sama sekali belum beristirahat. Sejak putus sama Raymon, aku selalu menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan sekolah. Mulai dari sibuk di OSIS sampai ekskul nyanyi. Nggak ada waktu lagi buat mikirin Raymon.
Raymon sempat marah ketika tahu aku mutusin dia lewat surat yang aku taruh di meja kelasnya. Belum 30 menit surat itu aku taruh, Ray sudah nyamperin ke kelasku. Jauh-jauh datang dari kelasnya Cuma ngasih aku tamparan yang bikin pipi kiri aku berubah merah.
Bekas pukulan yang empat hari baru hilang itu aku terima. Yang penting sekarang aku nggak ada status sama dia. Penderitaan selama tiga bulan itu berakhir sudah.
Aku jadi mikir. Kenapa nggak dari dulu ya aku mutusin Raymon? Sampai harus nunggu Raymon selingkuh dulu baru aku punya pikiran putus. Aku memang terlalu bodoh.
Sekolah sudah mulai sepi. Sesepi bus kota yang nggak kunjung datang.
Aku mulai bosan menunggu. Satu jam penuh aku berdiri, nggak ada satu pun bus yang lewat. Kalau ada, itu pun sudah penuh sesak. Sebaiknya aku menghindarinya daripada jadi korban copet, pikirku.
“Bareng nggak,Cit?” suara Aldi sungguh mengagetkanku. Tiba-tiba saja dia muncul di sampingku dengan motor kesayangannya itu.
“Nggak usah, deh! Aku nunggu bis saja.”
“Jangan nolak, dong. Ntar kasihan kamunya lagi, nunggu bis kelamaan. Mana mendung banget gini lagi.”
Aku berpikir sejenak kemudian mengangguk.
Perlahan Aldi menarik gas motornya. Nggak secepat biasanya. Yang aku tahu, Aldi selalu ngebut naik motor. Sampai-sampai dulu ia hampir kecelakaan gara-gara medahului bis yang aku tumpangi. Untung saja ia cepat menghindar. Kalau nggak, aku nggak akan duduk di jok belakang motornya saat ini.
“Kamu kenapa kok pulangnya sore banget gini? Nggak biasanya,” ucapnya sambil memasukkan perseneling pada motornya.
“Oh… tadi ikut ekskul nyanyi dulu. Soalnya minggu depan mau ikut lomba. Jadi latihannya agak lama. Kamu sendiri ngapain?”
“Aku latihan basket. Besok ada tanding sama SMA 1. Kamu besok nonton ya, Cit.”
“Hmm… lihat besok, deh”
Aku nggak tahu pasti kenapa jantungku tiba-tiba berdebar kencang. Ya Tuhan, jangan biarin hati ini jatuh! Aku nggak mau kejadian dengan Raymon terulang lagi. Nggak mau!
Saat kami sedang asyik ngobrol, tiba-tiba di tengah jalan hujan turun. Aldi langsung menambah kecepatannya motornya, membelah jalanan sore itu. Bau parfum Aldi menyeruak. Larut terbawa angin kencang.
Sorry, Cit, aku nggak bawa jas hujan.”
Aku mengangguk cepat, “Nggak apa-apa, kok.”
Tanpa kusadari tanganku melingkar di badannya. Saat itu aku merasa dekat banget dengannya. Sampai-sampai hatiku seakan menyatu dengan hatinya.
Dan nggak salah lagi, cupid sudah menancapkan panahnya tepat ke jantung hatiku!
***
Hari ini Aldi tanding basket. Dan aku memenuhi janjiku buat nonton. Walau sebenarnya aku nggak mau, aku tetap datang demi Aldi. Mengingat Raymon tengah mengisi acara pembukaan di SMA 1. Acara pembuka sebelum Aldi bertanding.
Begitu sampai, aku langsung duduk di bangku yang paling depan. Aldi sempat menyapaku, kemudian pergi, bersiap diri bertanding di backstage.
Tepat pukul 16.00 pertandingan dimulai. Tribun lapangan basket yang biasanya sepi, kini ramai dipenuhi penonton. Suara penonton riuh menyoraki pemain favoritnya masing-masing. Mereka ada yang membawa galon maupun terompet yang dibunyiin keras banget. Berisik!
Sekali lagi demi  Aldi aku datang ke pertandingan ini.
Berkali-kali Aldi memasukkan bola ke dalam ring. Diikuti suara suporter beranggotakan cewek-cewek centil dan menamakan diri mereka  “Aldi Lovers” yang dari tadi sibuk mamerin spanduk bergambar wajah Aldi. Aneh-aneh saja.
Mungkin karena Aldi jago basket cewek-cewek itu pada klepek-klepek kalau melihat Aldi lagi tanding. Apalagi kalau Aldi ngajak ngobrol, mereka banyak yang nggak yang tahan.
“Ci, I Love You!” ucap Aldi tiba-tiba sambil memberikan kiss bye ke arahku.
Aku tersentak. Di hadapan semua orang Aldi berani mengungkapkan isi hatinya kepadaku?
Aku bisa ngerasain puluhan pasang mata langsung melirik tajam ke arahku. Termasuk sengatan tajam dari tatapan Aldi Lovers.
Tak lama kemudian pertandingan usai. Di balik kerumunan penonton, Aldi muncul dengan membawa sebuah piala kemenangan.
Aku bangkit dari tempat dudukku. Menyambut Aldi yang tersenyum girang menatap ke arahku.
Saat jarak kami tinggal satu meter Aldi tersenyum, lalu akhirnya terus berjalan ke belakang sampai dua bangku penonton ke atas. Di sana ia memeluk seorang cewek berambut panjang dan berkulit putih, kemudian membawa serta cewek itu ke hadapanku.
“Cit, kenalin… ini Aci, cewek aku.”
Lalu cewek itu tersenyum dan menyambut tanganku.
Tak kusangka ucapan cinta Aldi bukan untukku, tapi buat Aci, cewek yang mengisi hatinya selama ini.
Darahku seakan membeku. Perlahan air mata ini meleleh, membasahi sebuah kotak kecil berisi cake yang ingin kuberikan khusus untuk Aldi. Cake yang kubuat dengan sepenuh hati. Cake  yang tidak akan pernah jatuh ke tangan Raymon maupun Aldi. Cake Cinta, yang akan tetap ada di hatiku selamanya.

17 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. ahhh,, sedihnya.. nyesek skali. :'( sampe nangiska baca. hhaha *lebay
    tapi keren kok is. like this yoo.

    BalasHapus
  3. bagus skali,, cerpennya sangat menarik.. saya beli Rp. 1.000.000 cukup.. ???

    BalasHapus
  4. cerpennya keren,, betul2 bikin nyesek.. :(

    BalasHapus
  5. wahwah.. sedih skali. kuenya untuk sayamo. hhaha :D

    BalasHapus
  6. cerpennya perfect cuy.. like this :)

    BalasHapus
  7. kuenya mo dech,,, habis pi kuenya, baru baca cerpennya

    BalasHapus
  8. truuussss loo ngarepp gue mestii bilang WOW gituuu ... :p

    BalasHapus
  9. lumayan :)
    mampir juga k blogku ya :)
    www.ceritakemarin.blogspot.com

    BalasHapus